MEMAMAHI TAUHID DARI SUDUT PRAKTIS

Kata “tauhid” adalah bentuk mashdar dari kata wahhada –yuwahhidu– tauhiid. Artinya: menjadikan sesuatu menjadi satu. Jadi “tauhid” menurut bahasa dalah menetapkan dan mengetahui bahwa sesuatu itu satu. Menurut istilah, “tauhid” berarti meng-Esa-kan Allah dan menunggalkan-Nya sebagai satu-satunya Dzat pemilik rububiyah, uluhiyah, asma’, dan sifat, serta memurnikan-NYA dari segala apa yang difahami dan dikhayalkan makhluk. Ilmu Aqidah disebut Tauhid karena tauhid adalah pembahasan utamanya, sebagai bentuk generalisasi
Ilmu Tauhid dan Aqidah menurut Salaf Soleh bukanlah seperti yang dikenal belakangan, berupa kemasan kata-kata (ilmu kalam), munculnya berbagai kerancuan, dan kemampuan untuk mematahkan pendapat lawan dan perdebatan (ilmu Jidal), akan tetapi Tauhid adalah sebuah pandangan mereka terhadap bahwasanya segala sesuatu itu dari Allah; dan pandangan yang berpaling dari hukum sebab-akibat serta berbagai sarana, maka mereka memandang segala kebaikan dan keburukan hanya dari Allah SWT. Orang yang bertauhid menurut mereka adalah orang yang hanya melihat Yang Maha Esa dan tidak berpaling ke arah lain, sehingga tauhid ini membuahkan sejumlah sifat-sifat mulia seperti tawakal, sabar dan ridla kepada Allah SWT.
Seorang yang telah banyak membaca dan menguasai buku-buku tauhid, ilmu yang membicarakan sifat-sifat, asma Allah dan berbagai perbedaan pendapat golongan (firqah) dalam Islam seperti, ahlussunah, qadariyah, jabariyah, syia’ah dan lain-lain, tidak berarti bahwa ia menjadi orang yang mendalam tauhidnya, sebelum dapat merealisasikan dalam hati sehingga ia dapat merasakan (dzauq) sifat-sifat dan asma Allah tersebut, seperti ia betul-betul dalam kesehariannya merasakan bahwa Allah Maha Mendengar, Melihat dan seterusnya.

Atas dasar ini maka ulama yang telah merealisasikan makna-makna tauhid dalam jiwa dan raganya membagi tauhid -dari sudut praktis ini- kepada 3 tahapan:
1. Tauhid Imani.
Adalah pembenaran hati (tasdiq) terhadap ke-Esaan Allah melalui Alqura’an dan Hadis, serta pengakuan lisan (1qrar). Konsekwensi dari tasdiq dan iqrar ini si pemilik tauhid ini akan terbebas dari penyakit syirik yang nyata (jaliy), penyembahan selain Allah SWT, masuk ke garis muslim, tidak abadai di neraka, dan termasuk kepada golongan orang-orang beriman. Tauhid dasar ini sama dimiliki oleh semua umat Islam yang beriman alim atau awam, pendosa atau orang-orang soleh dan para aulia. Akan tetapi orang-orang Arif billah (mengenal Allah) tauhidnya beberapa tingkat lebih maju dari mereka. Cahaya tauhid ini di dalam hati pemiliknya umpama sinar bintang-bintang di langit di malam gelap gulita.

2. Tauhid Yaqini
Tauhid yang diperoleh melalui keyakinan hati, bahwa tidak ada sebuah wujud hakikat, dan tidak ada pelaku serta pemberi pengaruh mutlaq dalam jagad raya ini melainkan Dzat Allah Yang Maha Suci. Semua dzat, sifat-sifat dan perbuatan di alam raya ini cerminan dari Dzat, Sifat dan Perbuatan Allah SWT.
Ia melihat bahwa setiap sifat adalah pengaruh dari Sifat-NYA; setiap perbuatan pengaruh dari Perbuatan-NYA dan setiap ilmu, kemampuan (qudrah), keingingan (iradah), pendengaran dan penglihatan semua itu merupakan pengaruh dari Qudrah, Iradah, Sama’ dan Bashar Allah SWT. Sehingga ia senantiasa merasa di awasi oleh Allah SWT (muraqabah), kemudian dari kondisi spiritual ini muncul tauhid yaqini.
Tauhid ini adalah sebuah langkah kedua dari kemajuan tauhid dasar di atas yang tumbuh dalam hati orang beriman, si pemilik tauhid ini akan merasakan (dzauq) banyak kegembiraan terhadap kemajuan hatinya, oleh karena ia senantiasa melakukan sesuatu amal sesuai dengan tuntunana ilmu syari’ah dan terbebas dari pandangan dan ketergantungan kepada hubungan sebab akibat dan perantara (ikhlas), sehingga konsekwensi dari tauhid ini ia terbebas dari sebagian syirik khafi (syirik yang sangat halus), umpama bulan purnama yang terang benerang menyinari bumi ini, demikianlah kira-kira ilustrasi cahaya tauhid ini di hati si pemiliknya.

3. Tauhid Haali
“Hal” adalah istilah untuk sebuah kedudukan spiritual seseorang yang menduduki puncak tauhid yang paling tinggi sehingga menimbulkan apresiasi sifat-sifat mulai dari sumber hati yang penuh dengan cahaya hak. Pemilik tauhid ini sering dikenal sebagai para wali Allah, ‘arif billah, muqarrabiin, atau orang-orang Siddiqin, seperti yang tertera dalam al-Qur’an.
Allah berfirman: “Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul(NYA), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para Shiddiqin, orang-rang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. Annisa:69)
Sumber tauhid ini muncul dari jiwa yang musyahadah kepada Allah SWT, cahanya menyinari jiwa raga dan kehidupan di sekelilingnya umpama sinar mentari yang menembus semua sisi gelap di semua penjuru. Sehingga si pemilik tauhid ini harus merasakan penangaanan Allah SWT terhadap dirinya, segala gerak-gerik dan kemauannya telah senantiasa ia sesuaikan dengan iradah Penciptanya lahir dan bathin, ia betul-betul telah mengalami tingkat kepercayaan (tsiqah) dan kepasrahan (tawakal) yang sangat tinggi dalam seluruh kehidupannya. Maka tidak ayal lagi orang ini telah betul-betul mendapatkan ketentraman jiwa yang sangat mapan, umpama gunung tinggi yang tak bergeming meskipun diterpa topan dan goncangan bumi apapun.
Firman-NYA: “Sesungguhnya pelindungku ialah Yang telah Menurunkan Alqur’an dan Dia melindungi orang-orang yang saleh”. (QS Al’Araf:196)
“Adapun jika dia termasukorang-orang yang didekatkan (oleh Allah)(Muqarrabin). Maka dia memperoleh ketentraman dan rezki serta jannah kenikmatan”. (QS. Alwaqi’ah:88).

Penutup.
Untuk melewati dan meningkatkan tauhid ini maka kita harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mempelajari ilmu syari’at sekaligus mengamlkannya sesuai dengan Alqur’an dan Sunnah
2. Bertauladan, bercermin kepada orang-orang soleh serta menimba pengalaman spiritual mereka.
3. Melakukan mujahadah untuk mendirikan dominasi iradah kebaikan terhadap iradah keburukan atau menjauhi karakter buruk mejadi akhlak mulia, dan menumbuhkan rasa pengawasan (muraqabah) Allah dalam diri kita, ntuk meningkat tauhid imani ini kepada tauhid yaqini.
4. Berdzikir kepada Allah SWT senantiasa, sehingga istiqamah dalam taqwa Allah dan mendapat musyahadah kepada-NYA, demi mencapai tauhid haly .
Semoga catatan kecil ini bermanfaat menambah ilmu dan amal kita, sehingga senantiasa kita berada dalam magfirah, rahmah dan ridlaNYA. Amin….

Tinggalkan komentar